ALMULUKNEWS.COM_AMBON – Rais Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Maluku, Abdul Rahman Tuanaya, Lc., menegaskan bahwa pemahaman tentang pakaian ihram sangat penting bagi jemaah haji. Menurutnya, pakaian ihram bukan sekadar syarat dalam ibadah haji, tetapi juga memiliki makna spiritual yang mendalam.

“Tak boleh ada pakaian lain selain ihram. Ini bukan hanya aturan dalam ibadah, tetapi juga simbol bahwa manusia sepenuhnya bergantung kepada Allah SWT,” ujar Tuanaya saat memberikan bimbingan manasik haji di Masjid Al Buruj, Kota Namlea, Kabupaten Buru, kemarin.

Dalam kesempatan itu, Tuanaya menjelaskan bahwa ihram menandakan dimulainya perjalanan suci menuju pengampunan Allah. Saat mengenakan ihram, seorang Muslim meninggalkan semua atribut duniawi, tidak ada perbedaan antara kaya dan miskin, pejabat atau rakyat biasa.

“Ihram mengajarkan bahwa kita semua sama di hadapan Allah. Yang membedakan hanyalah ketakwaan. Kita melepaskan segala simbol duniawi dan hanya berpegang pada keimanan serta ketaatan kepada-Nya,” jelasnya.

Tuanaya juga menekankan bahwa pakaian ihram mengajarkan kesederhanaan. Tidak ada jahitan, tidak ada aksesoris mewah, hanya dua helai kain putih yang membalut tubuh laki-laki dan pakaian longgar bagi perempuan yang menutupi aurat sesuai syariat.

“Ketika kita mengenakan ihram, kita diajarkan untuk kembali ke fitrah sebagai manusia yang tunduk kepada Allah. Ini adalah simbol kesederhanaan dan penghambaan total. Pakaian ihram ini mengingatkan kita bahwa suatu saat nanti, kita akan kembali kepada Allah dengan keadaan yang sama tanpa harta, tanpa jabatan, hanya membawa amal dan ketakwaan,” tambahnya.

Selain memahami filosofi ihram, Tuanaya juga mengingatkan bahwa ibadah haji adalah ibadah fisik yang membutuhkan kesiapan tubuh dan mental yang prima.

“Jemaah akan banyak bergerak dalam prosesi haji, awaf, sai, wukuf di Arafah, hingga melontar jumrah. Jika tubuh tidak siap, ibadah bisa terganggu. Persiapkan diri dengan menjaga pola makan, berolahraga, dan rutin memeriksakan kesehatan,” paparnya.

Namun, ia juga menekankan bahwa kesehatan mental dan spiritual tidak kalah penting. “Perjalanan haji bukan hanya perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan hati. Kita diuji kesabaran, keikhlasan, dan ketakwaan. Jangan sampai perjalanan ini hanya menjadi rutinitas tanpa makna,” katanya.

Dalam sesi manasik, Tuanaya tidak hanya memberikan materi, tetapi juga memperagakan cara mengenakan pakaian ihram yang benar bagi jemaah laki-laki. “Cara mengenakan ihram harus diperhatikan agar nyaman dan tidak mudah lepas saat menjalankan ibadah,” ujarnya sambil menunjukkan cara melilit kain ihram dengan benar.

Jemaah laki-laki memperhatikan dengan saksama dan mengikuti setiap langkah yang diperagakan oleh Tuanaya. Sementara itu, jemaah perempuan juga diberikan pemahaman tentang aturan berpakaian sesuai syariat selama ibadah haji.

Setelah sesi praktik selesai, jemaah kemudian dipandu ke pelataran masjid untuk melakukan simulasi thawaf mengelilingi miniatur Kakbah yang telah disiapkan oleh Seksi Penyelenggara Haji Kementerian Agama Kabupaten Buru.

Suasana berubah menjadi khusyuk saat jemaah mulai melakukan thawaf mengelilingi miniatur Kakbah. Tuanaya memimpin bacaan doa dan dzikir yang diikuti oleh seluruh jemaah. dengan menjelaskan makna dari setiap putaran thawaf serta doa-doa yang dianjurkan untuk dibaca di setiap titik sekitar Kakbah.

Banyak jemaah yang meneteskan air mata. Beberapa terlihat larut dalam suasana haru saat mendengar penjelasan tentang makna spiritual di balik thawaf. “Saya merasa seperti benar-benar berada di Masjidil Haram. Hati ini bergetar, dan tanpa sadar air mata jatuh,” ujar salah satu jemaah dengan suara bergetar.

“Setiap langkah dalam thawaf adalah bentuk penghambaan kepada Allah. Kita mengelilingi Kakbah sebagai simbol bahwa pusat hidup kita adalah Allah SWT. Maka, luruskan niat, bersihkan hati, dan pastikan kita menjalankan ibadah ini dengan penuh keikhlasan,” pesannya.

Di akhir sesi manasik, Tuanaya mengingatkan bahwa ibadah haji bukan sekadar perjalanan fisik ke Tanah Suci, tetapi perjalanan hati untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah. “Haji bukan sekadar status sosial atau gelar. Jangan jadikan ibadah ini sebagai ajang pamer. Haji yang mabrur adalah haji yang membawa perubahan dalam hidup kita menjadikan kita lebih rendah hati, lebih banyak beribadah, dan lebih peduli kepada sesama,” tegasnya.

Ia juga menambahkan bahwa jemaah harus menjaga niat sejak awal agar ibadah haji tidak hanya menjadi rutinitas, tetapi benar-benar menjadi pengalaman spiritual yang mengubah diri menjadi lebih baik.

Kegiatan manasik ini diharapkan dapat memberikan bekal yang cukup bagi seluruh calon jemaah haji, baik dari segi tata cara ibadah maupun kesiapan mental dan spiritual, sehingga mereka dapat menjalankan ibadah haji dengan lancar dan penuh makna. (***)