- M. Asrul Pattimahu
Ketua Prodi Pemikiran Politik Islam IAIN Ambon
DALAM sejarah peradaban Islam, kita menemukan berbagai pandangan tentang hubungan antara agama dan politik. Tidak dapat dipungkiri bahwa Islam telah memberikan pedoman dalam kehidupan sosial, termasuk bagaimana umat Muslim seharusnya menjalankan pemerintahan. Namun, dalam konteks modern, seringkali muncul perdebatan mengenai bagaimana agama dan politik seharusnya berinteraksi, terutama ketika menyangkut pemilihan pemimpin. Tulisan ini akan menguraikan pentingnya memilih pemimpin yang berdasarkan pada kemampuan dan integritas, serta menghindari penggunaan simbol-simbol agama untuk kepentingan politik.
Dalam Islam, konsep kepemimpinan tidak hanya terbatas pada aspek spiritual, tetapi juga mencakup kemampuan dalam mengelola urusan duniawi. Sejarah mencatat bahwa Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya menunjukkan teladan kepemimpinan yang tidak hanya bertumpu pada kesalehan pribadi, tetapi juga pada kecakapan dalam memimpin masyarakat. Khalifah Umar bin Khattab, misalnya, dikenal sebagai pemimpin yang adil, tegas, dan bijaksana, serta mampu memajukan masyarakat di berbagai bidang.
Prinsip ini menegaskan bahwa seorang pemimpin harus memiliki kompetensi yang memadai untuk mengelola pemerintahan dan memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya. Oleh karena itu, memilih pemimpin semestinya tidak hanya berdasarkan pada kesalehan atau keimanan semata, tetapi juga pada kualitas kepemimpinan yang nyata. Dalam bahasa kepemimpinan modern, Track record adalah indikator penting.
Pentingnya Melihat Track Record
Memperhatikan track record atau rekam jejak calon pemimpin sangat penting untuk memotret kompetensi, integritas, dan pengalaman yang dimiliki seseorang. Dengan melihat track record, kita dapat menilai apakah calon tersebut memiliki kemampuan yang diperlukan untuk memimpin dengan efektif.
Track record yang baik menunjukkan bahwa calon pemimpin mampu menjalankan kebijakan, menyelesaikan masalah, atau memimpin dengan hasil yang nyata. Ini memberikan jaminan bahwa ia memiliki kapasitas yang dibutuhkan untuk menangani tantangan di masa mendatang.
Selain itu, rekam jejak juga mencerminkan etika dan komitmen calon pemimpin terhadap tanggung jawabnya. Misalnya, apakah ia pernah terlibat dalam kasus korupsi atau memiliki reputasi buruk dalam mengelola pemerintahan, transparansi dan akuntabilitas?
Memilih pemimpin dengan track record yang bersih memastikan bahwa kita tidak hanya mendapatkan pemimpin yang kompeten, tetapi juga yang berintegritas. Ini penting untuk membangun kepercayaan publik serta mendorong pemerintahan yang jujur, sehingga kebijakan yang diambil benar-benar berpihak pada kepentingan rakyat.
Track record juga menunjukkan sejauh mana seorang calon pemimpin konsisten dalam memperjuangkan nilai-nilai dan janji-janji politiknya. Apakah ia dikenal sebagai sosok yang teguh memegang prinsip, atau justru sering berganti haluan demi kepentingan pribadi? Konsistensi dalam tindakan dan keputusan sangat penting untuk memastikan bahwa pemimpin yang kita pilih memiliki komitmen terhadap kesejahteraan masyarakat dan bukan sekadar mengejar ambisi politik.
Cara terbaik untuk memprediksi kinerja seseorang di masa depan adalah dengan melihat kinerja mereka di masa lalu. Jika seorang kandidat memiliki track record yang baik dalam menyelesaikan tugas dan mencapai hasil yang positif, besar kemungkinan ia akan melanjutkan pola tersebut jika terpilih. Ini memberikan rasa aman bagi masyarakat bahwa mereka telah memilih pemimpin yang memiliki rekam jejak keberhasilan dan kemampuan untuk memberikan dampak positif.
Sebaliknya, pemimpin dengan track record yang buruk cenderung mengulangi kesalahan yang sama, terutama jika mereka tidak menunjukkan perubahan sikap atau peningkatan kompetensi. Dengan demikian, memperhatikan track record membantu kita memilih pemimpin yang dapat diandalkan untuk memimpin dengan baik.
Artinya, jika seorang calon pemimpin memiliki catatan negatif, seperti korupsi atau penyalahgunaan kekuasaan, maka ada risiko besar bahwa perilaku tersebut akan terulang jika ia terpilih kembali. Oleh karena itu, memperhatikan track record adalah cara efektif untuk meminimalkan risiko memilih pemimpin yang tidak tepat.
Menghindari Politisasi Agama
Islam mengajarkan bahwa kepemimpinan adalah amanah yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Dalam memilih pemimpin, kita harus lebih mengutamakan kemampuan dan integritas seseorang daripada hanya fokus pada aspek keimanan. Kampanye politik yang menggunakan simbol-simbol agama sebaiknya dihindari karena dapat merusak persatuan dan integrasi sosial.
Salah satu tantangan besar dalam masyarakat plural adalah politisasi agama, di mana isu-isu agama digunakan sebagai alat politik untuk meraih dukungan. Di Maluku, memanfaatkan agama sebagai alat kampanye dapat memperuncing perbedaan dan memicu konflik horizontal. Dengan memilih pemimpin berdasarkan kemampuan dan integritas, kita dapat mendorong budaya politik yang sehat, di mana pemilu menjadi ajang adu gagasan dan program, bukan eksploitasi sentimen keagamaan.
Menggunakan agama untuk meraih kekuasaan dapat menimbulkan polarisasi di tengah masyarakat. Alih-alih menyatukan umat, hal ini justru dapat memperuncing perbedaan dan menciptakan jurang pemisah antar kelompok. Padahal, Islam mengajarkan persatuan dan kesatuan umat tanpa memandang perbedaan.
Sayangnya, di era politik modern, banyak pihak yang memanfaatkan agama sebagai alat untuk meraih dukungan politik. Kampanye yang menggunakan simbol-simbol agama dan retorika keagamaan sering kali bertujuan untuk menarik emosi pemilih dan membentuk persepsi bahwa kandidat tertentu lebih agamis-islamis dibandingkan yang lain. Politisasi agama seperti ini tidak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga mencederai nilai-nilai agama itu sendiri.
Agar tidak mudah terpengaruh oleh kampanye politik yang memanfaatkan agama, masyarakat perlu memiliki literasi politik yang baik. Kemampuan literasi politik yang baik dapat membantu kita memahami, menganalisis, dan mengevaluasi informasi politik secara kritis. Dengan demikian kita dapat membuat keputusan yang lebih rasional dan objektif dalam memilih pemimpin, dengan mendahulukan kemampuan, bukan hanya melihat iman.
Wallahu a’lam Bishawab. (***)