Oleh : Muhammad Saleh Suat, MH
| Akademisi Ilmu Perundang-Undangan pada Fakultas Syariah IAIN Ambon

TULISAN ini sengaja diangkat oleh penulis pada minggu tenang dan sebagai respon akademik atas problematik masyarakat kita yang akan menghadapai pemilu pada tanggal 14 Februari 2024 nanti, lebih dikhususkan kegelisahan ini menyikapi atas pemberitaan maupun wacana-wacana liar terkait paslon presiden dan Wapres yang kemudian timbul dan tersiar diberbagai platform sosial media anatara pendukung satu dengan pendukung lainnya menjadi sebuah keseharian yang sangat tidak memberikan Pendidikan politik yang baik bahkan menambah kekisruhan bagi sesama anak bangsa dalam menghadapi siklus konstitusional 5 tahunan ini.

Belum lagi dengan hadirnya beberapa kritikan khusus baik berupa film dokumenter berisi analisis akademik para pakar Hukum Tata Negara terhadap isu kecurangan pemilu yang lagi firal hari ini dengan judul Dirty Vote, kemudian dari mimbar-mimbar ilmiah berupa petisi maupun maklumat civitas akademika yang dibacakan dari beberapa perguruan tinggi di Indonesia beserta para guru besarnya terhadap wajah demokrasi dan hukum saat ini dalam menghadapi pemilu, mulai dari inkonsistensi pemerintah terhadap kebijakannya, cawe-cawe presiden, keberpihakan presiden terhadap salah satu paslon, problem Putusan MK yang memuluskan jalan salah satu paslon sampai pada putusan DKPP yang mengamini akan problem keprofesionalitasan organ penyelenggara pemilu. Dengan adanya persoalan-persoalan tersebut menambah kegelisahan bangsa akan seperti apa kedepannya bila tidak ada yang serius meresponi kisruh kebangsaan ini dengan cara berfikir yang cerdas dan bukan sekedar fanatik musiman oleh para elit partai dan para pendukungnya.

Persoalan seperti ini tentunya menjadi hal yang wajar dalam sebuah negara demokrasi, namun sehatnya demokrasi tentunya perlu didukung dengan rasionalitas pemilih serta sehatnya pelaksanaan Pemilu sebagai barometer keberadaban suatu bangsa yang demokratis. Mengapa persoalan Pemilu khususnya terhadap pemilihan presiden dan wakilnya begitu sangat menjadi daya tarik dan perbincangan khusus setiap kalangan maupun pada berbagai lapisan masyarakat kita tanpa kita sadari bila dibandingkan pemilu legislative? dan seberapa pentingkah kita harus memahami dan mengetahui terkait kedudukan presiden beserta pengaruhnya dalam sistem pemerintahan presidensial yang kita anut sehingga begitu penting untuk memahami hal ini?

Perlu kita ketahui bersama bahwa Presiden merupakan pucuk pimpinan tertinggi pada penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang dapat meliputi ruang lingkup tugas serta wewenang yang luas. Tugas penyelenggaraan pemerintahan yang dijalankan oleh presiden adalah menyelenggarakan tugas dan wewenang pemerintah sesuai dengan atribusi kewenangan oleh konstitusi. Sehingga bila kita berbicara terkait Sistem Pemerintahan Presidensial maka pemikiran kita secara hakekatnya terarahkan kepada suatu Sistem Pemerintahan yang terpusat pada kekuasaan presiden, dan Presiden sebagai Kepala Pemerintahan sekaligus sebagai Kepala Negara di dalamnya. Untuk menjalankan kekuasaannya Presiden dibantu oleh para menteri-menteri yang dipilhnya untuk membantu menjalankan roda pemerintahan dalam suatu susunan kabinet. Dengan kata lain Para Menteri kedudukannya sebagai Pembantu Presiden, sehingga menteri dalam menjalankan tugasnya secara mandatori harus bertanggungjawab kepada presiden. Kemudian para Menteri yang telah ditunjuk sebagai pembantu presiden bertugas memimpin kelembagaan atau departemen-departemen pemerintahan, Sehingga jabatan Para menteri merupakan kewenangannya seorang presiden dalam mengangkat dan memberhentikannya.

Presiden sebagai Kepala Negara dalam konstitusi kita memang tidak disebutkan secara tegas atau terperinci, namun secara tersirat dapat ditemukan dalam ketentuan Pasal 10 sampai pada Pasal 15 UUD 1945. Kekuasaan Presiden dalam pasal-pasal ini adalah sebagai konsekuensi logis dari kedudukan Presiden sebagai Kepala Negara, misalnya saja pada ketentuan Pasal 10 menyebutkan bahwa Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas angkatan darat, angkatan laut, dan angkatan udara. Selanjutnya pada ketentuan Pasal 11 ayat (1) dalam amandemen keempat UUD 1945 menyebutkan bahwa Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara-negara lain. Pada Amandemen ketiga UUD 1945 menyatakan bahwa, Presiden dalam membuat perjanjian Internasional lainnya yang dapat menimbulkan akibat luas, besar dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan masih banyak lagi kedudukan presiden diatur dalam ketentuan UUD 1945 sebagaimana termaktub dalam pasal-pasal yang disebutkan. Dengan demikian bila dilihat dari kostruksi pasal-pasal tersebut kedudukan Presiden sangat begitu penting dan tidak main-main, mulai dari perencanaan, penganggaran, penentuan kebijakan sampai pada pengangktan dalam jabatan tertentu dalam pemerintahan.

Selanjutnya bagaimana dengan kedudukan wakil presiden, dalam Amandemen ketiga UUD 1945 tepatnya pada ketentuan Pasal 8 ayat (1) ditegaskan bahwa apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya. Maka dengan demikian apabila Presiden berhalangan baik sementara atau tetap maka, Wakil Presiden dengan sendirinya harus mengganti peran atau melakukan kekuasaan sebagai Presiden. Begitu juga Wakil Presiden tidak dapat bertindak sendiri, karena Wakil Presiden semata-mata merupakan pembantu presiden, sehingga tugas dan kewajibannya tergantung pada adanya pelimpahan kekuasaan dari Presiden. Dan perlu diingat juga bahwa Kedudukan Wakil Presiden tidak sendirian dalam membantu tugas presiden, karena presiden juga memiliki menteri-menteri yang ditunjuk dan diangkat serta diberhentikan oleh presiden.

Pada hakekatnya, semua jabatan yang disebutkan tersebut berada dalam satu lingkungan organisasi yang disebut sebagai lembaga kepresidenan. Sebagai sebuah Lembaga yang menjalankan fungsi penyelenggaraan pemerintahan yang terpisah dengan parlemen, untuk itu segala organ tersebut yang termasuk dalam Lembaga kepresidenan tidak dapat dijabati oleh anggota parlemen/legislative. Dengan demikian, legislative hanya berperan pada ranah pembentukan peraturan perundang-undangan dan pengawasan. Maka perlu di pahami bahwa dalam sistem presidensial, presiden mendapatkan mandat dari rakyat melalui mekanisme Pemilu dan bukan dari parpol yang mencalonkannya, sehingga legitimasi menjadi presiden dan Wapres bukan berasal dari suara perolehan parpol pengusul pada saat pemilu legislative namun diperoleh dari suara rakyat yang memilih pada saat Pemilu presiden dan Wapres.

Dengan memahami eksistensi peranan seorang presiden dan wapres yang begitu penting ketika menahkodai negara dalam suatu sistem pemerintahan secara seksama telah diuraikan, maka yang harus di pikirkan oleh para pemilih kemudian adalah bagaimana melihat Kembali pada kandidat capres dan cawapres dengan tipe karakter kepemimpinan seperti apa yang akan dipilih nanti serta sesuai dengn harapan dan cita-cita konstitusi kita. Untuk itu sikap santun dan saling menghormati antar sesama anak bangsa pada ruang public maupun ruang digital perlu dibangun untuk menumbuhkan keadaban bangsa dan rasionalitas pemilih yang cerdas. Selain itu, perlu mengkreasikan slogan (tagline) dan tagar baru yang bernuansa positif dan mencerdaskan agar masyarakat dapat memilih berdasarkan pertimbangan rasional bukan karena emosional dan sebagainya. Sebab konsekwensi perjalanan bangsa ini kedepan tergantung pada pilihan rasional anda yang konstitusional. (***)