- Khutbah Jumat : Muhammad Syafi’i
- Mahasiswa Prodi Manajemen Keuangan Syariah IAIN Ambon
KESEMPATAN yang mulia ini Khotib memberikan wasiat kepada seluruh jama’ah jum’at, terkhusus untuk diri khotib peribadi untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Swt dengan sebenar benarnya takwa.
Wasiat ini Bukan hanya wasiat rutinitas Minggu semata tanpa berbekas dalam hati, bersemi dalam jiwa, bukankah Allah Swt menegaskan dalam firmannya
Al-Baqorah Ayat 197 yang artinya; dan berbekalah diri kalian, karena sebaik-baik bekal ialah takwa, bertakwalah kepada Ku (Allah Swt) wahai orang-orang yang berakal.
Sembari dari pada itu, pula marilah kita senantiasa meringankan lidah, membasahi bibir, dengan bersholawat kepada junjungan kita yakni Nabi Muhammad Saw, yang dengan kualitas dan kuantitas sholawat kita kepada beliau akan menentukan posisi dan kedudukan kita nanti bersama beliau di yaumul mahsar.
Senada dengan sabda Nabi Muhammad Saw yang artinya; Sesungguhnya manusia yang paling utama kedudukannya nanti bersama ku pada hari kiamat adalah orang yang paling banyak berholawat kepada ku. (HR. Tirmizi, hasan) Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah.
Seringkali perbedaan pendapat memicu pertengkaran dan konflik. Padahal perbedaan pendapat dalam Islam adalah keniscayaan. Dari dahulu sampai sekarang ada ragam pendapat dalam Islam. Sehingga perlu kedewasaan berpikir dan bijak dalam melihat varian pendapat ulama yang kita baca atau saksikan di mimbar ceramah ataupun di media sosial. Perbedaan itu adalah sebuah keniscayaan yang tak dapat kita hindari, mulai dari perbedaan warna kulit, bahasa, bangsa, jenis kelamin, dan termasuk juga perbedaan pendapat atau pemikiran.
Allah swt berfirman dalam Al-Qur’an surah ar-Rum ayat 22 yang artinya; “Di Antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya adalah penciptaan langit dan bumi, perbedaan bahasamu dan warna kulitmu. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang yang mengetahui.” Hadirin jamaah Jumat yang dirahmati Allah;
Fakta yang kita saksikan, paling tidak di media sosial, justru berbanding terbalik dengan keniscayaan dalam perbedaan itu sendiri. Perbedaan pendapat justru membuat orang acapkali saling mencaci, menyesatkan, bahkan mengafirkan. Kata-kata kasar pun dikeluarkan untuk menunjukkan ketidaksetujuan terhadap pendapat yang dilontarkan orang lain yang berbeda. Padahal berkata kasar dalam Islam sangat dilarang. Apalagi bila kata kasar itu menyakiti hati orang lain. Rasulullah bersabda yang artinya; Artinya: “Muslim adalah orang yang mampu menjaga lisan dan tangannya dari menyakiti orang lain” (HR: Bukhari)
Paling tidak ada empat sikap yang harus kita miliki dalam menanggapi perbedaan pendapat, dalam masalah agama ataupun masalah lainnya. (***)