ALMULUKNEWS.COM, AMBON, — Mantan Gubernur Provinsi Maluku periode 2019 – 2024, Murad Ismail dinilai gagal total dalam memimpin Maluku. Banyak indikator yang menjadikan Murad Ismail gagal selama menakhodai daerah ini. Padahalnya, saat kampanye, masyarakat sangat menaruh perhatian dengan memilihnya, agar dapat melakukan perubahan. Tapi sayang, selama periode kepemimpinannya, perubahan yang dinanti masyarakat hanya menuai kecewa. Hal ini diungkapkan Ketua DPD Partai Golongan Karya (Golkar) Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Alan Hehanussa, kepada wartawan di Kota Ambon, Minggu, 5 Mei 2024.

Penilaian sederhana dalam gegalan Murad memimpin daerah ini, dicerminkan dari 16 program kerja yang diusungnya. Di antaranya; Pemindahan Ibu Kota ke Makariki Pulau Seram, dan percepatan pembangunan perkantoran provinsi.

Penerapan sistem government dan e budgeting untuk transparansi dan percepatan pelayanan publik justeru menjadi hal yang terburuk selama kepemimpinannya. Terbukti, masyarakat tidak mendapatkan pelayanan yang dimaksud selama kepemimpinan MI.

Alih-alih pada poin lima misalkan, mewajibkan perusahaan di Maluku memperkejakan minimal 60 persen anak Maluku. Ditemukan di lapangan, justeru angka pengangguran di Maluku semakin menggila. Jumlah sarjana yang diorbitkan oleh perguruan tinggi di daerah ini, bahkan tidak diserap oleh perusahaan, yang disebut-sebut Murad.

Hal terburuk yang ditemukan masyarakat, perihal biaya pendidikan gratis untuk SMU/SMA di Maluku. Biaya pendidikan menjadikan masyarakat kian kehilangan harapan untuk mendapatkan pendidikan secara baik. Karena, program tersebut hanya berbunyi ketika kampanye di lapangan. Realisasi selalma kepemimpinan MI, hanya isapan jempol, ungkap Alan.

Keluar dari 16 program yang dicanangkan Murad tersebut, masih banyak persoalan di tengah masyarakat yang tidak mampu diatasi oleh MI. Sebut saja, persoalan konflik internal pada masyarakat. Di mana, MI hampir tidak mampu menangani setiap persoalan yang timbul di tengah masyarakat. Padahal, perannya secara langsung untuk mengatasi hal ini, sangat dibutuhkan. Namun, yang diterima dari masyarakat pertikai hanya janji kosong dari MI, beber dia.

Kalau harus dihitung per item atas persoalan pembangunan yang selama ini hanya dijanjikan MI tanpa ada realisasi, maka terlalu banyak. Kenyataan ini, meniscayakan lanjut Alan, masyarakat harus memilih figur baru untuk menakhoadi Maluku di periode ke depan. Sebab, MI sudah tidak layak untuk memimpin Maluku. Mestinya, MI memperlihatkan kemampuannya selama periode kemarin, dalam menerobos pembangunan di Maluku yang terisolasasi. Sayangnya, MI selama kepemimpinannya kemarin, hanya berbatas pada eforia. Maluku tidak membutuhkan hal-hal yang bersifat eforia. Maluku membutuhkan sentuhan tangan pemimpin yang loyak, yang sinergis terhadap birokrasi dan kebutuhan masyarakat. (AL)