UIN AMSA, AMBON — “Mencegah lebih baik dari pada mengobati.” Kalimat tegas ini disampaikan Kasatgaswil Maluku Densus 88 AT Polri, KBP Iwayan Sukarela, S.Pd., MM, dalam kegiatan Coffee Morning Penanganan Ancaman Narkoterorisme di Maluku, yang digelar oleh Universitas Islam Negeri (UIN) Abdul Muthalib Sangadji Ambon (AMSA), di Ruang Rapat Gedung Rektorat, Selasa, 17 Juni 2025.
Acara ini dihadiri langsung oleh Rektor UIN AMSA, Dr. Abidin Wakano, M.Ag., para wakil rektor, para dekan, serta dosen dan tenaga kependidikan di lingkungan Rektorat.
Kegiatan tersebut menjadi perhatian penting civitas akademika, mengingat situasi sosial yang berkembang di Maluku dan dunia secara umum, terutama menyangkut ancaman serius narkoterorisme.
Apa itu Narkoterorisme? Narkoterorisme adalah istilah yang merujuk pada penggunaan kekerasan atau ancaman kekerasan oleh kelompok kriminal yang terlibat dalam perdagangan narkotika, untuk memengaruhi kebijakan pemerintah atau menghalangi penegakan hukum. Singkatnya, narkoterorisme adalah gabungan antara kejahatan narkoba dan tindakan terorisme.
Menurut Rektor, narkoterorisme merupakan Ancaman Nyata. Ia menegaskan, khusus masalah narkoba di Maluku sudah berada pada tahap yang mengkhawatirkan. Ia menyebutkan, berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN), peredarannya sudah sampai ke pelosok desa terpencil. Tidak hanya orang dewasa dan orang tua yang ikut terpapar, tapi juga anak-anak usia dini.
Penyebarannya secara massif ini, harus dicegah dari sekarang. Kampus, kata Rektor tidak boleh berdiri sebagai menara gading di tengah masyarakat. Kampus harus bangkit untuk melawan kehajatan penyebaran narkoba. Salah satunya, dengan memperbanyak kegiatan-kegiatan positif, baik di kampus maupun lingkungan masyarakat.
“Ini adalah ancaman besar yang juga menjadi bagian dari dinamika konflik di Maluku. Jejaring mereka kuat, dan forum ini menjadi penting bagi institusi pendidikan seperti UIN AMSA untuk tampil sebagai kekuatan moral yang membina masyarakat,” ujar Rektor.
Ia menekankan pentingnya integrasi isu-isu seperti narkoterorisme ke dalam proses pembelajaran dan kebijakan akademik kampus.
Menurut dia, sebagai kampus yang mengusung tagline “Cerdas dan Berbudi”, UIN AMSA harus menjadi barometer dalam menyuarakan nilai-nilai kebangsaan dan kemanusiaan, terutama mencegah mahasiswa dari penyebaran narkoba.
Rektor berharap, Coffee Morning menjadi langkah awal bagi UIN AMSA dan lembaga penegak hukum, atau lembaga-lembaga lainnya, untuk bersinergi dalam upaya pencegahan narkoterorisme di Maluku. Forum ini juga dianggap sangat representatif karena melibatkan para dosen dan unsur pimpinan kampus yang dapat menetapkan kebijakan strategis.
Dalam diskusi tersebut juga ditegaskan bahwa terorisme adalah isu global, yang akarnya berasal dari sikap intoleransi, berkembang dalam bentuk radikalisme, dan berbuah menjadi aksi-aksi kekerasan, urai Rektor dari penjelasan Kepala Satuan Tugas Wilayah (Kasatgaswil) Maluku Densus 88 Antiteror Polri, KBP I Wayan Sukarena, S.Pd., MM, yang hadir sebagai narasumber dalam kegiatan ini.
I Wayan Sukarena menyambut gembira pelaksanaan Coffee Morning di lingkungan kampus, khusus dalam membahas bahaya Narkoterisme.
“Syukurlah, saat ini UIN AMSA tidak termasuk dalam klasifikasi institusi yang terpapar radikalisme maupun terorisme. Namun demikian, kewaspadaan tetap harus dijaga, karena gerakan ini bersifat laten dan dapat masuk melalui berbagai cara,” ungkap KBP Iwayan Sukarela.
Ia mengaku berat menangani persoalan terorisme dan radikalisme, kalau hanya dibebankan kepada Densus 88. Pasalnya, daerah ini sangat luas. Sementara penyebarannya secara digital sangat massif dan lebih cepat. Tidak hanya di perkotaan, tapi sampai ke pelosok desa. Olehnya itu, kehadiran UIN AMSA sangat penting.
“Dengan kapasitas yang terbatas, mustahil jika tugas ini dipikul hanya oleh Densus 88. Oleh karena itu, kami terus menjalin kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk kampus, untuk bersama-sama mencegah paham ini berkembang,” ujarnya.
Menurut dia, UIN AMSA memiliki potensi besar dalam pencegahan terorisme dan radikalisme, terutama karena alumninya tersebar di seluruh wilayah Maluku, dari kota hingga pelosok desa. Potensi ini sangat strategis untuk menyampaikan pesan-pesan damai dan menangkal ideologi kekerasan.
Ia juga menyoroti perkembangan teknologi yang mempermudah penyebaran paham radikal melalui media sosial. “Dulu penyebaran dilakukan secara konvensional, kini cukup lewat satu klik, ideologi radikal bisa sampai ke mana saja. Ini bisa berdampak positif jika teknologi dimanfaatkan secara bijak, tetapi juga bisa membahayakan jika digunakan untuk menyebar paham kekerasan,” jelasnya.
Lebih lanjut, KBP I Wayan menjelaskan bahwa proses terpaparnya seseorang terhadap paham terorisme melalui tiga tahapan: toleransi terhadap ideologi ekstrem, radikalisme, dan akhirnya keterlibatan langsung. “Kalau dianalogikan, terorisme itu buah. Sebelum jadi buah, ada akar dan batang. Kalau akarnya buruk, buahnya pun akan rusak. Karena itu, penting memberikan asupan yang baik sejak dini,” tegasnya.
Ia menambahkan, fenomena baru menunjukkan bahwa anak-anak di bawah umur kini juga menjadi sasaran penyebaran paham radikal. Bahkan, Densus 88 telah mengantongi data adanya keterlibatan anak-anak usia dini dalam jaringan narkoterorisme — gabungan antara narkotika dan terorisme.
“Virus ini tidak mengenal usia atau profesi. Bahkan, ada anggota kepolisian yang telah divonis seumur hidup karena terlibat dalam terorisme. Ini menjadi peringatan keras bagi kita semua untuk terus mawas diri dan meningkatkan kewaspadaan,” ungkapnya.
Upaya deradikalisasi pun terus dilakukan. Ia mengungkapkan, di Maluku tercatat 87 mantan anggota kelompok Jamaah Islamiyah yang telah menyatakan ikrar dan melepaskan baiat terhadap organisasi tersebut. “Meski masih ada keraguan dari sebagian pihak, langkah ini adalah wujud nyata dari ikhtiar menjaga Indonesia, khususnya Maluku, tetap aman dari ancaman terorisme,” pungkasnya.
Kegiatan tersebut sekaligus menjadi momentum penting untuk membentengi kalangan mahasiswa dari pengaruh narkoterorisme dan memperkuat komitmen bersama dalam menjaga stabilitas dan ketahanan bangsa.
Sebagai penutup, Kasatgaswil Maluku Densus 88 berharap agar kampus dapat menjadi benteng terakhir dalam menangkal ancaman narkoterorisme melalui penguatan karakter, literasi kebangsaan, dan pengajaran moderasi beragama.
Ketua Tim Bidang P2M BNN Provinsi Maluku, Resky Pratama, SH, dalam sesi pemaparannya menyampaikan peringatan tegas mengenai bahaya narkoba yang kian massif menyebar, tak terkecuali di wilayah Maluku.
Menurut Resky, upaya pencegahan dan pemberantasan terus dilakukan, namun peredaran barang haram ini masih berlangsung secara aktif.
Resky mengungkapkan, penyebaran narkoba kini telah merambah hingga ke pelosok-pelosok desa, menjadikan desa sebagai titik masuk utama bagi peredaran narkoba di Maluku. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya keterlibatan aktif seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama melawan para bandar dan pengedar, terutama di tingkat desa.
“Narkoba bukan hanya merusak generasi, tapi juga merupakan ancaman kemanusiaan dan ras manusia. Zat ini dapat merusak DNA manusia secara permanen,” ungkap Resky.
Ia juga memaparkan data dari survei nasional BNN yang menyebutkan bahwa lebih dari 3,3 juta orang di Indonesia telah terpapar narkoba. Bahkan, fenomena penggunaan narkoba ditemukan pada usia yang tidak lagi muda, hingga mencapai 64 tahun.
Lebih lanjut, Resky menjelaskan bahwa narkoba sangat merusak otak dan tidak ada istilah “sembuh total” bagi pecandu. “Kalau sudah pakai, ada kecenderungan untuk kembali pakai. Jadi, tidak ada istilah sembuh,” tegasnya.
Ia menyoroti dinamika peredaran narkoba yang sangat cepat berubah. Kini, narkoba tidak hanya hadir dalam bentuk serbuk atau pil, tetapi juga dalam bentuk baru seperti permen atau kemasan plastik, sehingga sulit dideteksi.
Terkait pola peredaran, Resky menjelaskan adanya tiga peran utama dalam rantai distribusi narkoba, yakni: pengguna (user), pengedar (seller), dan pihak ketiga (kurir). Ketiganya terlibat dalam sistem yang saling terhubung dan harus diputus secara sistematis melalui kerja sama antara aparat dan masyarakat.
“Tanpa dukungan masyarakat, upaya kami akan selalu berat. Mari kita mulai dari lingkungan terkecil, dari desa, untuk mencegah dan melawan penyebaran narkoba ini,” pesan Resky.
Terkait kegiatan Coffee Morning, rektor mengagendakan untuk dilaksanakan setiap pekan, untuk membahas isu-isu yang berkembang di tengah masyarakat. (*)