Oleh : Arman Kalean | Dosen IAIN Ambon, Ketua KNPI Maluku | Kasat Banser Kota Ambon
HAJI, sebagai salah satu rukun Islam yang kelima, adalah sebuah ibadah yang memiliki makna spiritual yang sangat mendalam bagi umat Islam. Setiap tahun, jutaan umat Islam dari seluruh dunia berkumpul di Tanah Suci untuk menunaikan kewajiban suci ini, termasuk jamaah dari Indonesia. Namun, belakangan ini, muncul fenomena yang mengkhawatirkan: ibadah haji mulai dijadikan alat politik oleh beberapa pihak.
Dalam sejarahnya, haji selalu menjadi simbol persatuan umat Islam di seluruh dunia, begitu hal dengan masyarakat Muslim di Indonesia. Dahulu, masyarakat Muslim Indonesia berkumpul dan berbagi cerita dalam perjalanan menunaikan ibadah haji. Secara nyaman bagi masyarakat, tokoh agama, tokoh pimpinan menyatu dalam perjalanan menuju tanah haramain. Tanpa sekat dan pembeda. Hanya satu niat, menunaikan rukun Islam.
Semua nilai dan ritme politik tenggelam di tengah perjalanan. Hanya khusyu dalam niat yang diharapkan. Agar ibadah yang dijalani sesuai dengan ajaran Islam.
Namun, dalam konteks politik saat ini, ibadah ini terkadang disalahgunakan untuk kepentingan tertentu. Fenomena politisasi haji ini tampak dalam berbagai bentuk, mulai dari retorika politik yang menggunakan simbol-simbol haji, hingga tindakan-tindakan yang mencoba mengaitkan ibadah ini dengan agenda politik tertentu.
Salah satu contoh nyata adalah ketika politisi menggunakan momentum haji untuk menunjukkan kedekatan mereka dengan agama, dengan harapan mendapatkan dukungan dari kalangan umat Islam. Mereka berupaya menonjolkan kegiatan ibadahnya sebagai bentuk kesalehan pribadi yang seolah-olah memberikan legitimasi moral dalam setiap kebijakan yang diambil. Di sisi lain, ada pula pihak yang mencoba memanfaatkan momen ini untuk mengkritik lawan politik mereka, seolah-olah ibadah haji menjadi ajang pembuktian siapa yang lebih ‘Islam’.
Politisasi haji ini membawa dampak negatif yang signifikan. Ibadah yang seharusnya menjadi momen mendekatkan diri kepada Tuhan dan merefleksikan kebesaran-Nya malah ternodai oleh kepentingan duniawi. Umat Islam yang seharusnya bersatu dalam kerendahan hati di hadapan Tuhan, malah terpecah karena isu-isu politik yang sebenarnya tidak ada kaitannya dengan substansi ibadah itu sendiri.
Selain itu, politisasi haji juga menimbulkan kesan bahwa ibadah ini hanya bisa dilakukan oleh mereka yang memiliki kekuatan politik atau kekayaan. Padahal, esensi haji adalah kesetaraan di hadapan Allah SWT, di mana setiap Muslim, tanpa memandang status sosial atau politik, memiliki hak yang sama untuk menunaikan ibadah ini.
Sebagai umat Islam, kita perlu menjaga kemurnian ibadah haji dari unsur-unsur politis yang merusak. Ibadah haji adalah perjalanan spiritual yang penuh dengan nilai-nilai kebersamaan, keikhlasan, dan pengabdian kepada Tuhan. Jika haji dipolitisir, nilai-nilai luhur ini akan terkikis dan hilang.
Maka dari itu, mari kita kembali kepada esensi haji yang sebenarnya: sebuah ibadah yang suci dan murni dari segala bentuk kepentingan duniawi. Haji adalah milik umat, bukan alat politik. Dengan menjaga kemurnian haji, kita menjaga kehormatan dan kesucian agama kita sendiri.
Seperti kita ketahui, arus politik seolah dialamatkan kepada Kementerian Agama Republik Indonesia, yang selama ini bertugas melayani pengurusan haji. Sepanjang sejarah, hanya Kemenag RI, lah yang berhasil mengurus pelayanan haji dengan baik. Bahkan, kerap menjadi catatan terbaik dalam pelaksanaan ibadah di tanah suci, yang diklaim langsung oleh Kerajaan Arab Saudi.
Berbeda dengan para politisi di Indonesia, yang terus mencari panggung. Sampai-sampai, ruang ibadah ini kerap disentuh dan digiring ke ranah politik. Beragam lika-liku di lapangan seolah diabaikan. Misalnya, terkait toleransi pelayanan haji melalui para petugas dari Kementerian Agama RI. Mereka menanggalkan segalanya, demi melayani jamaahnya.
Toleransi Pelayanan Haji Melalui Petugas Kemenag RI
Toleransi menjadi salah satu nilai utama yang harus dimiliki oleh setiap individu dalam masyarakat yang majemuk, termasuk dalam penyelenggaraan ibadah haji. Sebagai ibadah yang melibatkan jutaan umat Muslim dari berbagai negara dengan latar belakang budaya, bahasa, dan tradisi yang berbeda, pelaksanaan haji tentu memerlukan sikap saling pengertian dan toleransi yang tinggi. Petugas Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) memiliki peran penting dalam mewujudkan toleransi ini selama proses pelaksanaan ibadah haji.
Setiap tahun, ratusan ribu jamaah haji asal Indonesia berangkat ke Tanah Suci untuk menunaikan salah satu rukun Islam yang kelima. Dalam perjalanan ini, para jamaah akan bertemu dengan saudara seiman dari berbagai penjuru dunia. Perbedaan bahasa dan kebiasaan seringkali menimbulkan potensi kesalahpahaman. Di sinilah pentingnya peran petugas Kemenag RI yang telah dibekali dengan pengetahuan tentang keragaman budaya dan pentingnya toleransi dalam pelayanan haji.
Petugas haji dari Kemenag RI tidak hanya bertugas untuk memfasilitasi kebutuhan teknis dan administratif para jamaah, tetapi juga harus mampu menjadi jembatan penghubung antara jamaah Indonesia dengan komunitas Muslim internasional. Mereka dilatih untuk memiliki sikap terbuka dan menghargai perbedaan, serta memfasilitasi komunikasi antar jamaah yang mungkin mengalami kesulitan berbahasa atau memiliki kebiasaan yang berbeda.
Selain itu, petugas Kemenag RI juga berperan dalam menjaga keharmonisan di antara jamaah Indonesia sendiri. Sebagai negara dengan keberagaman suku, agama, dan budaya, jamaah Indonesia membawa kekayaan tradisi yang berbeda-beda. Petugas Kemenag harus mampu mengelola perbedaan ini dengan bijak, memastikan bahwa setiap jamaah merasa dihargai dan diterima dalam kebersamaan mereka.
Contoh nyata toleransi dalam pelayanan haji yang dilakukan oleh petugas Kemenag RI terlihat dalam penanganan jamaah yang membutuhkan perhatian khusus, seperti lansia, difabel, atau mereka yang memiliki kendala kesehatan. Para petugas dilatih untuk bersikap sabar dan penuh empati, mengedepankan kemanusiaan di atas segalanya.
Pada akhirnya, toleransi bukan hanya tentang menerima perbedaan, tetapi juga tentang memahami dan menghargai keragaman sebagai kekuatan. Melalui pendekatan yang inklusif dan penuh pengertian, petugas Kemenag RI telah menunjukkan bahwa nilai-nilai toleransi dapat diwujudkan dalam setiap aspek pelayanan haji. Ini bukan hanya membawa kebaikan bagi jamaah Indonesia, tetapi juga mencerminkan wajah Islam yang ramah dan terbuka kepada dunia.
Cerminan petugas haji ini tak lepas dari siapa Menterinya. Di mana, Menteri Agama Republik Indonesia, Yaqut Cholil Qoumas, beserta jajrannya menjadi kiblat dan contoh pelayanan kepada setiap petugas.
Yaqut Cholil Qoumas, dikenal sebagai sosok yang tegas dan penuh dedikasi dalam menjalankan tugasnya, khususnya dalam penyelenggaraan haji. Salah satu fokus utama beliau adalah memastikan bahwa pelayanan kepada petugas haji dan jamaah haji berjalan dengan baik dan sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Dalam berbagai kesempatan, Yaqut menekankan pentingnya profesionalisme dan integritas dalam melayani jamaah haji. Beliau selalu mendorong petugas haji untuk bekerja dengan penuh semangat, serta memberikan pelayanan terbaik kepada para jamaah. Menurutnya, petugas haji harus mampu menjadi teladan dalam beribadah sekaligus memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi jamaah.
Di bawah kepemimpinannya, Kementerian Agama terus melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan haji, termasuk dengan memberikan pelatihan dan pembekalan kepada petugas haji sebelum mereka bertugas. Yaqut juga menekankan pentingnya koordinasi antara berbagai pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan haji, baik di dalam negeri maupun di Arab Saudi, guna memastikan seluruh proses ibadah haji berjalan lancar.
Yaqut Cholil Qoumas, sapaan akrab Gus Yaqut juga dikenal sebagai sosok yang dekat dengan masyarakat, termasuk jamaah haji. Beliau sering turun langsung ke lapangan untuk memastikan pelayanan haji berjalan dengan baik dan menampung berbagai masukan dari jamaah untuk perbaikan ke depannya. Sikapnya yang terbuka terhadap kritik dan saran menjadikannya seorang pemimpin yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Dengan komitmen yang tinggi, Yaqut berupaya untuk terus meningkatkan pelayanan haji, sehingga jamaah dapat menjalankan ibadah dengan khusyuk dan nyaman, yang sepanjang sejarah bangsa, terus mendapat perhatian dari kerajaan Arab Saudi. (***)